Budaya lembur di Jepang yang ekstrim tentu pernah kalian dengar. Namun masih banyak yang belum mengetahui apakah hal tersebut merupakan mitos atau fakta. Melihat bagaimana perkembangan bisnis di Jepang, masalah lembur tentu menjadi hal yang lumrah untuk ditemui.
Secara umum, waktu jam kerja di Jepang tak jauh beda dengan yang ada di Indonesia. Rata-rata warga Jepang bekerja 8-9 jam per hari, dengan waktu istirahat antara 45 menit sampai 1 jam. Namun dengan makin berkembangnya zaman, saat ini sudah ditemui perusahaan dengan jam kerja yang lebih fleksibel.
Sekilas Mengenai Budaya Kerja di Jepang
Sebelum membahas mengenai masalah lembur, menarik untuk melihat bagaimana warga Jepang bekerja. Masyarakat Jepang memegang prinsip samurai yang berkaitan dengan harga diri. Prinsip tersebut mengajarkan mereka untuk pantang menyerah dalam pekerjaan.
Budaya Jepang dalam bekerja lainnya adalah keishan, yakni bersungguh-sungguh. Keyakinan tersebut membuat warga Jepang terus berusaha untuk membuat inovasi dan produktif. Ada pula budaya kaizen yang berarti terus bersikap untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Selama bekerja mereka juga tak boleh lupa melupakan bushido, yakni sikap kerja keras, semangat kerja yang tulus, serta bekerja dengan penuh kesetiaan dan kesederhanaan. Dari prinsip budaya kerja ini, secara tak langsung melakukan lembur adalah hal yang wajar.
Budaya Lembur di Jepang
Budaya lembur di Jepang bermula dari konsep tradisional mengenai loyalitas yang harus karyawan berikan untuk perusahaan. Lembur di Jepang tak hanya dilakukan di malam hari setelah pekerjaan usai, kadang juga berlangsung di akhir pekan hingga membuat jam tidur karyawan berkurang.
Di hari kerja, kalian akan melihat kereta yang penuh dan jalan yang ramai oleh para karyawan. Namun di malam hari kalian juga akan menemui para karyawan yang tertidur pulas di kereta dengan pakaian rapi. Para karyawan tersebut kemudian mendapat julukan inemuri atau pekerja yang kelelahan.
Karena tekanan kerja yang menumpuk, stress, kekurangan jam tidur dan minimnya dukungan dari rekan kerja, banyak karyawan di Jepang yang jatuh sakit. Hal tersebut makin buruk dengan adanya nomikai yang bisa jadi berlangsung setiap hari.
Pemerintah Jepang Turun Tangan
Dengan makin terbuka dan modernya Jepang, masalah inemuri mulai mendapat perhatian pemerintah. Kini ada berbagai perubahan yang bisa kalian temui sebagai bentuk kebijakan pemerintah mengurangi inemuri, yakni:
1. Pengurangan Jam Kerja
Meski tidak semua, namun sebagian besar perusahaan dan kantor di Jepang sudah mulai mengurangi jam kerjanya. Beberapa bahkan menghapuskan lembur di akhir pekan, sedangkan lembur di hari kerja mendapat batasan hanya di jam tertentu. Tujuannya agar para karyawan mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
2. Waktu Khusus untuk Hirune
Selain pengurangan jam kerja, ada pula perusahaan yang menerapkan hirune. Hirune berarti tidur siang, jadi karyawan bisa tidur sejenak di siang hari untuk melepaskan lelah. Umumnya perusahaan menyediakan ruang khusus yang berisi kasus dan kursi malas agar karyawan bisa beristirahat.
3. Minimalisir Jam Lembur
Karena sudah menjadi kebiasaan, banyak warga Jepang yang tetap melakukan lembur walaupun tak mendapatkan bayaran. Untuk itu perusahaan menyediakan jatah khusus untuk melakukan lembur dengan tidak melakukannya setiap hari.
Meski sudah mendapatkan perubahan sana-sini, namun budaya lembur di Jepang masih mengakar kuat. Jika seseorang pulang kerja tepat di jam pulang, ada anggapan bahwa karyawan tersebut tak bekerja dengan baik. Persepsi tersebut tentu butuh waktu lama untuk menghapusnya.