Fakta Marga Jepang, Representasi Asal Nenek Moyang

Fakta Marga Jepang, Representasi Asal Nenek Moyang

Marga Jepang ternyata tak hanya sebatas nama keluarga. Ternyata dalam budaya Jepang, marga juga mempresentasikan asal usul orang atau keluarga tersebut. Tak jarang seseorang bisa dikenali sebagai bangsawan hanya dari nama marganya saja.

Di negara-negara Asia, penggunaan marga memang sudah tak asing. Di Indonesia, ada beberapa suku yang menyematkan marga pada nama masing-masing sebagai tanda pengenal. Hal yang sama juga berlaku di Jepang, penggunaan marga mulai umum digunakan ketika masa restorasi Meiji.

Sejarah Penggunaan Marga di Jepang

marga jepang

Ketika masa restorasi Meiji, seluruh warga Jepang mendapat kewajiban untuk mendaftarkan nama keluarganya secara administratif. Pada zaman tersebut, marga hanya bisa digunakan oleh kalangan tertentu, misalnya prajurit, bangsawan, atau orang-orang istana.

Namun seiring perkembangan zaman, pemakaian marga dalam nama berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat Jepang, tanpa terkecuali. Bahkan orang asing yang menikah dengan warga Jepang dan menetap, harus menyematkan marga dalam namanya.

Sebagai Representasi Nenek Moyang

blank

Dalam budaya Jepang, marga bisa menggambarkan seseorang berasal dari keluarga mana. Kalau kalian tak tahu, setiap marga mencerminkan nama daerah, kondisi geografis, arah rumah, profesi keluarga, klain besar, tingga tempat tinggal.

Jadi jangan heran ketika sebuah keluarga menggunakan satu marga tertentu sebagai representasi dan ciri khas mereka. Namun di zaman modern ini, nama marga sudah jarang mencerminkan kondisi keluarga seseorang.

Misalnya untuk nama marga ‘yama’, yang secara harfiah artinya gunung. Beberapa keluarga yang menggunakan marga ‘yama’ ternyata tak semuanya tinggal di pegunungan, ada yang di desa, ada pula yang di kota.

Sedangkan marga yang mencerminkan profesi adalah ‘hattori’, yang punya arti tukang tekstil. Nama marga lain yang juga populer adalah ‘tanya’, yang artinya tukang besi. Untuk nama marga yang berasal dari klan besar, ada ‘Itou’, ‘Satou’ dan juga ‘Katou’.

Aturan Penulisan pada Marga

marga jepang

1. Penulisan dengan Kanji

Umumnya penulisan marga menggunakan huruf kanji, tapi sekarang ada tambahan kotak kecil tempat menuliskan ulang marga tersebut dalam huruf hiragana. Fungsinya agar nama marga bisa terbaca dengan mudah dan tidak tertukar.

Ketika kalian berkesempatan mengisi bagian ini, jangan sampai salah ya. Penulisan marga merupakan hal yang formal, salah pengisian penulisan marga akan membuat orang lain tersinggung, apalagi kalau penulisan kanji dan hiragananya tertukar.

Tiap marga punya aksara kanjinya sendiri, yang unik adalah tiap kanji punya cara baca yang berbeda. Begitu pula dengan nama marga yang jika dilafalkan sama, bisa jadi penulisan kanjinya berbeda. Karena alasan inilah ada ribuan nama marga yang terdaftar dalam catatan administratif pemerintah.

2. Marga Ketika Sudah Menikah

Ketika sudah menikah, maka istri dan anak harus mengikuti nama marga keluarga suami. Sekarang ini ada tren untuk wanita karir yang mempertahankan marganya sendiri ketika menikah, dan sepertinya tak ada penolakan keras dari masyarakat.

Namun secara tradisional, ketika seorang perempuan Jepang menikah dengan lelaki Jepang, maka ia akan menggunakan nama marga suaminya. Hal yang sama juga berlaku untuk warga asing yang menikah dengan orang Jepang, ia akan mendapatkan nama marga sesuai dengan pasagannya. Akan tetapi aturan ini hanya berlaku kalau warga asing tersebut menetap di Jepang.

Ternyata marga Jepang punya aturan yang cukup rumit ya! Apa kalian tertarik mempelajarinya lebih lanjut? Jika kalian berteman dengan warga Jepang, coba tanyakan apa makna dari nama marga mereka!