5 Fakta Menarik Tentang Agama Shinto di Jepang, Agama Tanpa Kitab Suci

5 Fakta Menarik Tentang Agama Shinto di Jepang, Agama Tanpa Kitab Suci

Agama Shinto di Jepang atau Shintoism adalah sebuah kepercayaan yang bersumber dari pemujaan terhadap alam di desa-desa kecil Jepang. Kemudian, kepercayaan masyarakat ini terus berkembang hingga akhirnya tersebar ke seluruh wilayah Jepang. Bagi penganutnya, ada empat ajaran yang disebut dengan Jyoumei Seichoku. Ajaran tersebut meliputi:

  • Jyou (浄) – bersih
  • Mei (明) – terang
  • Sei (正) – jujur
  • Choku (直) – berada di jalan yang benar.

Ada beberapa fakta menarik dari Shintoism, salah satu adalah ajarannya yang meyakini bahwa seluruh hal buruk berasal dari faktor luar. Dalam kepercayaannya, hal buruk ini dinamakan dengan Kegare. Inilah salah satu budaya Jepang yang paling autentik di dunia. Di bawah ini adalah beberapa fakta unik dan menarik tentang agama Shinto di Jepang.

Termasuk ke Dalam Politeistis (Yaoyorozu no Kami)

Ujigami adalah Dewa Paling Terkenal Agama Shinto di Jepang

Tidak seperti monoteisme, kepercayaan politeisme mengaku bahwa ada banyak Dewa di dunia ini. Dewa dalam agama Shinto di Jepang jangkauannya cukup luas. Bisa berasal dari leluhur, wilayah, sejarah umat manusia, dan kisah lama. Selain itu, faktor alam seperti kondisi geografi dan cuaca juga termasuk di dalamnya. Dari sinilah muncul sebuah istilah bernama “Yaoyorozu no Kami” atau berarti “Delapan Juta Dewa”.

Ujigami adalah Dewa Paling Terkenal Agama Shinto di Jepang

Ujigami (氏神) dikenal sebagai dewa yang mendiami suatu wilayah atau daerah tertentu di Jepang. Para penganut Shinto biasa memohon perlindungan atas hidup mereka kepada Ujigami melalui kuil Ujiyashiro. Contoh nyata dari Ujiyashiro adalah kuil Itsukushima yang terletak di kawasan Hiroshima. Pemuja Dewa Ujigami dalam kepercayaan Shinto lebih dikenal dengan sebutan Ujiko.

Menghubungkan Manusia Dengan Dewa

Agama Shinto Politeistis Yaoyorozu no Kami

Penganut agama Shinto di Jepang percaya bahwa umat manusia bisa terhubung dengan Para Dewa secara langsung. Hubungan ini adalah berupa penerimaan perlindungan dan kemakmuran dari Dewa. Sebagai gantinya, mereka melakukan ritual Saishi untuk menunjukkan pengabdiannya pada Dewa. Omatsuri atau festival adalah istilah lain dari penerapan Saishi di kehidupan nyata. Beberapa jenis omatsuri yang ada di Jepang adalah:

  • Awa Odori
  • Tanabata Matsuri
  • Aomori Nebuta Matsuri
  • Festival Salju di Sapporo
  • Hakata Dontaku Matsuri
  • Festival Lentera Nagasaki
  • Kishiwada Danjiri Matsuri
  • Tenji Matsuri
  • Gion Matsuri
  • Kanda Matsuri;
  • Dan masih banyak lagi

Pendiri Shintoism Masih Tidak Diketahui

Biasanya, sebuah agama pasti memiliki satu atau beberapa orang yang andil dalam membangun dan menyebarkan kepercayaan baru. Contohnya adalah para nabi dan rasul di agama Islam, Kristen, dan agama lainnya. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku bagi agama Shinto di Jepang.

Awalnya, kepercayaan ini disebut dengan istilah Shintoism Kokka hingga Perang Dunia II. Shintoism Kokka merupakan kepercayaan Shinto dari hasil rekonstruksi dengan Buddha sebagai agama baru. Penganutnya terus berkurang dan memudar, khususnya setelah Perang Dunia II berakhir. Yang tersisa sampai saat ini adalah Shintoism Jinja, yaitu penganut Shinto yang melakukan ritual pemujaan di kuil-kuil tertentu.

Tidak Memiliki Kitab Suci

Tidak Memiliki Kitab Suci Shinto

Sebagian besar agama di dunia memiliki kitab suci sebagai pedoman menjalani hidup sehari-hari. Sayangnya, Shintoism tidak memiliki hal seperti itu. Yang ada hanyalah ajaran tentang empat empat poin dalam Jyoumei Seichoku.

Seperti yang sudah disinggung di awal, Shinto merupakan kepercayaan yang bersumber dari pemujaan alam. Inilah sebabnya mereka tidak memiliki satu kitab tertentu yang menggambarkan ajarannya seperti agama lain. Daripada kitab suci, kepercayaan Shinto lebih menyebutnya sebagai model kitab atau Shinten. Contohnya adalah beberapa buku seperti:

  • Kojiki
  • Nihon Shoki
  • Kogo Shuui

Itulah uraian tentang lima fakta unik seputar agama Shinto di Jepang. Meskipun saat ini mayoritas penduduk di Jepang tidak beragama, ritual dan tradisi Shinto masih terus terjaga secara alami. Buktinya adalah pemujaan di kuil dan perayaan festival untuk Dewa-Dewi.